Monday, July 4, 2016

Syekh Magelung Sakti

Syekh Magelung Sakti

                     Wisata Religi makan syekh magelung sakti

Syekh Magelung Sakti alias Syarif Syam alias Mohammad syam alias Pangeran Soka alias Pangeran Karangkendal. Konon Syekh Magelung Sakti berasal dari negeri Syam (Syria), hingga kemudian dikenal sebagai Syarif Syam.

Berbeda dengan yang lain, ternyata, rambut Arifin Syam yang akhirnya dikenal sebagai Mohammad Syam Magelung Sakti, tak pernah bisa dipotong sejak lahir ….
Syarif Syam memiliki rambut yang sangat panjang, rambutnya sendiri panjangnya hingga menyentuh tanah, oleh karenanya ia lebih sering mengikat rambutnya (gelung). Sehingga kemudian ia lebih dikenal sebagai Syekh Magelung (Syekh dengan rambut yang tergelung).

Beliau juga tergolong bocah yang jenius, tak salah jika pada usia 7 tahun, di kalangan guru dan Para pendidiknya ia telah menyandang panggilan sebagai sufi cilik. Agaknya inilah yang menyebabkan kenapa di kala itu ia menjadi anak yang diperebutkan di kalangan guru besar di seluruh negara bagian Timur Tengah, bahkan di usia 11 tahun, ia telah mampu menempatkan posisinya sebagai pengajar termuda di berbagai tempat ternama, misalnya Madinah, Makkah, istana raja Mesir, Masjidil Agso, Palestina, dan berbagai tempat ternama lainnya.
Walau begitu, ia banyak dihujat oleh ulama fukkoha, maklum, kian hari rambutnya kian memanjang tak terurus, sehingga dalam pandangan para ahlul fikokkha, Arifin Syam, terkesan bukan sebagai seorang pelajar sekaligus pengajar religius yang selalu mengedepankan tatakrama. Pelecehan dan hinaan yang kerap diterimanya, membuat Arifin Syam mengasingkan diri selama beberapa tahun di salah satu goa di daerah Haram, Mekah.
Sejatinya bukan karena Arifin Syam tak mau mencukur rambutnya yang lambat laun jatuh menjuntai ke tanah, tapi apa daya, walau telah ratusan bahkan ribuan kali berikhtiar ke belahan dunia lain, tetapi, ia belum pemah mendapatkan seseorang yang mampu memotong rambutnya itu. Menurut tutur yang berkembang, sejak dilahirkan ke alam dunia, rambut Arifin Syam memang sudah tidak bisa dipotong oleh sejenis benda tajam apapun. Dan kisah ini terus berlanjut hingga dirinya mencapai usia 40 tahun.
Dan pada usia 30 tahun, Arifin Syam diambil oleh istana Mesir untuk menjadi panglima perang dalam mengalahkan pasukan Romawi dan Tartar. Dari sinilah namanya mulai masyhur di kalangan masyarakat luas sebagai panglima perang tersakti di antara para panglima perang yang ada sebelumnya. Betapa tidak, jika kala itu kepiawaian seorang panglima perang bisa terlihat pada saat mengatur strategi perang serta keandalannya memainkan pedang, tombak serta ketepatan dalam memanah. Berbeda dengan Arifin Syam yang akhimya dikenal dengan sebutan Panglima Mohammad Syam Magelung  Sakti, ia selalu mengibaskan rambutnya yang panjang dan keras mirip kawat baja ke arah musuh-musuhnya. Akibatnya sudah dapat diduga, para musuh tak ada yang berani mendekat, dan lari pontang-panting karenanya. Sampai di usia 32 tahun, selama 12 tahun kemasyhurannya sebagai sosok panglima perang berambut sakti itu benar-benar tak tertandingi. Hingga pada usia 34 tahun ia bertemu langsung dengan Nabiyulloh Khidir AS, yang mengharuskannya mencari guru mursyid sebagai pembimbingnya untuk menuju maqom kewalian kamil.
Dan tanpa banyak pertimbangan, ia langsung meninggalkan istana raja Mesir yang saat itu benar-benar amat membutuhkan tenaganya. Tak hanya itu, bahkan ia juga rela meninggalkan seluruh murid-rnuridnya yang ingin lebih mengenal atau mendalami ilmu-ilmu Allah SWT. 
Dengan perbekalan secukupnya dan berteman ratusan kitab, Mohammad Syam Magelung Sakti pun mulai mengarungi belahan dunia dengan menggunakan jukung (sejenis perahu kecil bercadik). Dalarn perjalanan kali ini, ia pun mulai
singgah dan bahkan mendatangi beberapa ulama terkenal untuk menerimanya sebagai murid, di antaranya:
 Syeikh Dzatul Ulum di Libanon, Syeikh Attijani di Yaman bagian Selatan, Syeikh Qowi bin Subhan bin Arsy di Beirut, Syeikh Assamargondi bin Zubair bin Hasan  India, Syeikh Muaiwiyyah As- Salam, Malaita, Syeikh Mahmud, Yarussalem, Syeikh Zakariyya bin Salam bin Zaab Tunisia, Syeikh Marwan bin Sofyan Siddrul Muta’alim, Campa, dan masih banyak yang lainnya. 
Tapi, walau begitu banyak Para waliyulloh yang didatangi, tak satupun di antara mereka yang mau menerimanya. Karena hampir semuanya berkata, “Sesungguhnya akulah yang meminta agar menjadi muridmu wahai sang Waliyulloh. “
Dengan perasaan kecewa yang teramat mendalam, akhirnya, beliau pun mulai meninggalkan mereka untuk terus mencari guru mursyid yang diinginkannya.


Kisah terpotongnya rambut Syarif syam

“..........datanglah segera ke kota Cirebon, temuilah Syarif Hidayatulloh. Sesungguhnya dialah yang mempunyai derajat raja dengan maqom Quthbul Muthlak,”.

Waktu terus berjalan pada porosnya, hingga suatu hari, beliau bertemu dengan seorang pertapa sakti bangsa Sanghyang yang bemama Resi Purba Sanghyang Dursasana Prabu Kala Sengkala, diperbatasan selat Malaka. “Wahai Kisanak, datanglah ke pulau Jawa. Sesungguhnya disana telah hadir seorang pembawa kebajikan bagi seluruh waliyulloh, benamkan hati dan pikiranmu di telapak kakinya, sesungguhnya beliau mengungguli semua  waliyulloh yang ada,” katanya dengan santun.
Mendengar itu, beliau sangat senang dan seketika minta diri untuk langsung melanjutkan perjalanannya menuju ke Pulau Jawa. Dan setibanya di pesisir Pulau Jawa, beliau pun singgah di suatu pedesaan sambil tiada hentinya bertafakur memohon kepada Allah SWT agar dirinya dapat dipertemukan dengan mursyid yang selama ini diimpi-impikannya. Dan tepat pada malam Jum’at Kliwon, di tengah keheningan malam, tiba­-tiba beliau dikejutkan oleh uluk salam dari seseorang “Assalamu’alaikum Ya Akin ‘min ahli wilayah.” Dengan serta merta dan sedikit gugup, beliau pun menjawabnya, “Waalaikum’salam Ya Nabiyulloh Khidir AS yang telah membawaku ke pintu Rohmatallil’alamin,
“Lima tahun sudah mencari ridhoku dan kini ananda telah mendapatkannya. Untuk itu datanglah segera ke kota Cirebon, temuilah Syarif Hidayatulloh. Sesungguhnya dialah yang mempunyai derajat raja dengan maqom Quthbul Muthlak,” terang Nabiyulloh Khidir AS sambil menghilang dari pandangannya.
Tak perlu berlama-lama, dengan semangat yang menggebu beliau pun langsung mengayuh jukung-nya menuju Cirebon. 
Sementara, di tempat lain, lewat maqom-nya Syarif Hidayatulloh atau Sunan Gunung Jati sudah mengetahui kedatangan Mohammad Syam Magelung Sakti. Seketika, beliau langsung mengutus uwak sekaligus mertuanya, Mbah Kuwu Cakra Buana untuk menjemput tamunya di pelabuhan Cirebon.
Singkat cerita, setibanya di tempat pertemuan yang telah ditentukan oleh Sunan Gunung Jati, Mbah Kuwu sengaja tidak langsung menghadapkan tamunya kepada Syarif Hidayatulloh tetapi mengujinya terlebih dahulu. Dalam pemahaman ilmu Tauhid, hal semacam ini biasa dikenal dengan Tahkikul ‘Ubudiyyah FissifatirRobbaniah yang artinya adalah meyakinkan tingkat ke-walian seseorang dan Nur Robbani yang dipegangnya.
Manakala sang tamu Mohammad Syam Magelung Sakti berhadapan dengan Mbah Kuwu Cakra Buana, beliau pun langsung uluk salam dan bertanya, “Wahai Kisanak, tahukah Andika di mana saya bisa bertemu dengan Sunan Gunung Jati?”
Alih-alih dijawab, Mbah Kuwu malah balik bertanya, “Sudahkah Kisanak mendirikan sholat Dhuhur setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh itu?”
Mohammad Syam langsung mengangguk dan mengakui bahwa dirinya memang belum melaksanakan sholat Dhuhur. Mbah Kuwu pun langsung mengambil satu bumbung (mas bambu-Ted) kecil dan berkata “Masuk dan sholat-lah berjamaah denganku’.
Sambil terheran-heran, Mohammad Syam mengikuti langkah-manusia aneh di hadapannya yang tak lain adalah Mbah Kuwu Cakra Buana, dan masuk ke dalam bumbung – yang di dalamnya ternyata sangat luas dan terdapat sebuah musholla besar yang sangat anggun.
Seusai mendirikan sholat Dhuhur, Mbah Kuwu pun mengajak tamunya menuju kota Cirebon. Tetapi, sebelum sampai di tujuan, atas hawatif yang diterimanya dari Sunan Gunung Jati, Mbah Kuwu langsung memotong rambut tamunya dan seketika menghilang dan hadapan Mohammad Syam Magelung Sakti. Tahu rambutnya telah terpotong, Mohammad Syam Magelung Sakti berkeyakinan bahwa manusia tadi (sejatinya adalah Mbah Kuwu), pastilah Sunan Gunung Jati. Dengan serta merta, beliau langsung memanggilnya tiada henti ….
Karena tak mendapat sahutan, maka, dengan bersemangat Mohammad Syam terus mencari keberadaan Sunan Gunung Jati yang dianggapnya sudah mampu memotong rambutnya itu  hingga sampai pada suatu tempat, dan tanpa sadar beliau masuk di tengah-tengah kerumunan orang yang sedang mengikuti perlombaan untuk mendapatkan seorang putri nan cantik jelita, Nyimas Gandasari Panguragan. 
Tanpa sadar, kakinya yang terus melangkah itu masuk ke tengah-tengah arena syaembara yang diadakan oleh Ki Ageng Selapandan yang juga adalah Ki Kuwu Cirebon waktu itu dikenal juga dengan sebutan Pangeran Cakrabuana (masih keturunan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Hindu Pajajaran), yang berkeinginan agar anak angkatnya, Nyi Mas Gandasari, segera menikah.  Karena Meskipun telah banyak yang meminangnya, ia tidak bisa menerimanya begitu saja dengan berbagai macam alasan dan pertimbangan. Oleh karenanya kemudian ia pun mengadakan sayembara untuk maksud tersebut, sejumlah pangeran, pendekar, maupun rakyat biasa dipersilakan berupaya menjajal kemampuan kesaktian sang putri. Siapapun yang sanggup mengalahkannya dalam ilmu bela diri maka itulah jodohnya. Banyak diantaranya pangeran dan ksatria yang mencoba mengikutinya tetapi tidak ada satu pun yang berhasil. Seperti Ki Pekik, Ki Gede Pekandangan, Ki Gede Kapringan serta pendatang dari negeri Cina, Ki Dampu Awang atau Kyai Jangkar berhasil dikalahkannya.
Mengetahui ada lawan baru yang masuk ke arena, (Syarif syam) seketika, Nyimas Gandasari pun langsung menyerangnya. Mendapatkan dirinya diserang secara mendadak, Mohammad Syam pun langsung mengelak dan mencoba menjauhkan diri. Belum sempat bertanya lebih jauh, Nyimas Gandasari yang kala itu sedang diperebutkan para jawara dan berbagai pelosok daerah sangat tersinggung dengan ulahnya yang terus menghindar dan  kembali melakukan serangan beruntun. Dengan perasaan dongkol, akhimya, Mohammad Syam memutuskan untuk melayani
lawannya dengan bersungguh hati. Menurut tutur, puluhan bahkan ratusan jurus maut telah dikeluarkan., Lama kelamaan, merasa kesaktiannya masih, berada di bawah pemuda asing yang
sedang dihadapinya, maka, dengan sekali loncatan Nyimas Gandasari pun berucap”Ya Kanjeng Susuhunan Sunan Gunung Jati, Yajabarutihi ila sulthonil alam, Kun Fayakun Lailaha Illalloh Muhammad Rosululloh,” badannya langsung terbang ke awang-awang dengan harapan sang lawan tak mampu mengejamya.
Berbeda dengan Mohammad Syam, mendengar nama Sunan Gunung Jati disebut, sontak hatinya tercekat. Beliau yakin, lawannya past tahu keberadaan manusia pilihan yang tengah dicarinya itu. Dan tanpa menemui banyak kesulitan, beliau langsung dapat menyusul Nyimas Gandasan bahkan berhasil menangkap tangan kanannya. Dengan panik, akhimya, Nyimas Gandasari berhasil melepaskan pegangan sang lawan dan tubuhnya pun menukik tajam  pada saat yang sama, Sunan Gunung Jati yang sedang tafakkur di sungai Kalijaga, kedatangan Nyimas Gandasari dengan wajah pucat pasi sambil menuding ke arah sang lawan. Ia memohon kepada gurunya agar si  pemuda yang mengejamya tidak melihat keberadaannya.
Dengan izin Allah SWT, dalam hitungan detik, tubuh Nyimas Gandasari berubah menjadi kecil dan bersembunyi di bawah bakiak (terompah terbuat dari kayu) Kanjeng Sunan Gunung Jati yang serta merta bertanya pada pemuda yang baru saja ada di hadapannya, “Wahai Kisanak, apa yang Andika cari di tempat yang sepi ini?
Dengan santun, Mohammad Syam pun menjawab, “Mohon maaf Kisanak, sesungguhnya saya datang ke tempat ini untuk mencari seorang gadis dan meminta bantuannya agar dapat bertemu dengan Sunan Gunung Jati “
Sambil tersenyum, akhirya Sunan Gunung Jati mengembalikan wujud Nyimas Gandasari dan mengingatkan agar yang bersangkutan memenuhi janjinya untuk menikah dengan orang yang mampu mengalahkan kesaktiannya. Dalam perjalanan ini, akhimya Mohammad Syam berganti nama menjadi Pangeran Soka. Dan di penghujung cerita Pangeran Soka dan Nyimas Gandasari akhirriya berikrar untuk meneruskan perjalanan hidupnya menuju ilmu tuhid yang lebih matang hingga mereka berdua mufakat menjalankan nikah bisirri tanpa hubungan badan layaknya suami istri, namun akan bersatu dengan Nikah Hakikiyah kelak di alam surga dengan disaksikan langsung oleh Sunan Gunung Jati Min Quthbil Muthlak ila Jami’il Waliyulloh

Setelah berguru kepada Sunan Gunung Jati di Cirebon, Syarif Syam alias Syekh Magelung Sakti diberi tugas mengembangkan ajaran Islam di wilayah utara. Ia pun kemudian tinggal di Karangkendal, Kapetakan, sekitar 19 km sebelah utara Cirebon, hingga kemudian wafat dan dimakamkan di sana hingga kemudian ia lebih dikenal sebagai Pangeran Karangkendal.
Sesuai cerita yang berkembang di tengah masyarakat atau orang-orang tua tempo dulu, pada masa lalu Syekh Magelung Sakti menundukkan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Indramayu, sehingga anak buah Ki Tarsana tersebut yang berupa makhluk halus pun turut takluk. Namun, makhluk gaib melalui Ki Tersana meminta syarat agar setiap tahunnya diberi makan berupa sesajen rujak wuni. Dari cerita inilah selanjutnya, tradisi menyerahkan sesajen daging mentah tersebut berlangsung setiap tahun di Karangkendal.

Kini, tempat terpotongnya rambut Syeikh Magelung Sakti, masih dilestarikan sebagai nama salah satu desa, yakni Desa Karanggetas, yang letaknya di sebelah selatan Kantor Walikota Cirebon. Dan tahukah Anda berapa panjang rambut Syeikh Magelung Sakti, sesungguhnya? Temyata, 340 m, atau sepanjang Jalan Karang Getas, antara perbatasan Desa Pagongan hingga lampu merah Pasar Kanoman. Dan panjang rambut Syeikh Magelung Sakti ini sudah mendapat persetujuan sekaligus restu dari beberapa ulama khosois, misalnya, Syeikh Aulya’ Nur Ali, Syeikh Kamil Ahmad Trusmi, Syeikh Ahmad Sindang Laut, SyeikhAsnawi bin Subki Gedongan.
Selain berjasa dalam syiar Islam di Cirebon dan sekitarnya, Syarif Sam dikenal sebagai tokoh ulama yang mempunyai ilmu kanuragan tinggi pada zamannya. Ia membangun semacam pesanggrahan yang dijadikan sebagai tempat ia melakukan syiar Islam dan mempunyai banyak pengikut. Sampai dengan akhir hayatnya, Syekh Magelung Sakti dimakamkan di Karangkendal, dan sampai sekarang tempat tersebut selalu diziarahi orang dari berbagai daerah.
Di situs makam Syekh Magelung Sakti terdapat sumur peninggalan tokoh ulama tersebut, padasan kramat, depok (semacam pendopo) Karangkendal, jramba, kroya, pegagan, dukuh, depok Ki Buyut Tersana, dan pedaleman yang berisi pesekaran, paseban, serta makam Syekh Magelung Sakti sendiri.
Berjauhan dengan makam suaminya Syekh Magelung Sakti, makam Nyi Mas Gandasari terdapat di Panguragan, sehingga ia kemudian dikenal juga sebagai Nyi Mas Panguragan.


@berbagai sumber brad..

No comments:

Post a Comment